Fanetta D'clovis



“Naega jeil jal naga…naega jeil jal naga. Je jei-jei jal naga.” Lagu 2NE1 berjudul I’m the best ku dendangkan , asyik tapi aku nggak tau maksud lagu ini? membingungkan habis lagu Korea sih mana tau artinya. waduh siap-siap google translate nih, dan ketahuan banget kalo bukan penggemar K-Pop beneran J
   Perkenalkan namaku Fanetta d’Clovis, putra dari Javier d’Clovis dan Raina d’Clovis. ‘clovis’ adalah nama keluarga kerjaan Perancis. Yap! Aku Putri disini. Di kerajaan La Ville lumière . Tapi aku lebih pilih tinggal sendiri di Hotel Crillion. Aku adalah anak satu-satunya orang tuaku. Aku bersekolah di Lycée Louis-le-Grand,yang terletak tak jauh dari tempat tinggalku. Aku lebih suka tinggal di hotel, tapi kadang aku juga tak begitu suka karena BodyGuard  suruhan papah selalu mengawalku kemana pun aku melangkah. Aku ingin bebas, tapi ini nasib anak seorang raja. Yahh, terima sajalah.

   Happy Sunday all ! Pagi ini seperti biasa aku ditemani BodyGuard ku pergi mengunjungi Opéra Garnier pumpung libur, aku butuh refreshing. Hari ini ternyata ada konser jazz dan balet di aula. Waw seru nih. Ada New Morning. Tapi hari ini Cuma ditemani Dhenis pengawalku . “Dhenis, Kamu mau ikut nggak nonton New Morning?” tawarku didepan gedung. “Iya. Jika Tuan putri menyuruh saya.” Katanya kaku. “Pliss deh, jangan formal-formal gituh kata-katanya. Aku nggak mau diuber-uber paparazzi disini. Ngerti!” kataku menye-menye. “Baik tuan putri.” kembali kaku. “Bisa nggak sih ngomongnya biasa aja, ayo buruan.” Aku menarik tangan pengawal pribadiku.  “Ehemm.” Penjaga pintu masuk berdehem melihat penampilanku bersepatu kats dan berbaju casual, lebih parah lagi yang ku pakai bukan baju yang pas buat nonton konser dan theater. Pantas saja Penjaga pintu masuk itu melihatku keheranan. Aku lihat Dhenis memperlihatkan tanda pengenalnya dari kerajaan La Ville lumière . Dan *cling* penjaga pintu itu memperbolehkan aku masuk sambil mendundukkan kepala. Ih harusnya aku yang menundukkan kepala kepada yang lebih tua. Nggak jelas. Masuklah aku ke dalam gedung yang waow amazing banget. Aku terpesona karenanya “Dhenis, makasih ya.” Ucapku tersenyum bangga. Entah GR ato kenapa Dhenis membalas senyumanku. “Dhenis ayo masuk, aku udah nggak sabar nih.”
   Tepat pukul 10.00 WSP waktu sweet Perancis. Aku keluar dari gedung opera. Pagi ini aku jalan kaki tidak seperti biasa naik mobil yang panjangnya 3 meter *mungkin* yang semua orang pasti waw melihatnya. Tapi menurutku biasa saja. Aneh banget aku ini punya mobil mewah tapi flat K . “Tuan putri mau kemana setelah ini?” Dhenis menanyaiku layaknya seorang penyelidik kasus korupsi. “Jangan panggil tuan putri! Panggil Fanetta aja. Bisa kan?” memandang Dhenis penuh harapan. “Baiklah fanetta.” “Yahh, tapi ya jangan kayak gitu juga kali’ nis. Biasa aja, anggap aja aku temen kamu atau malah adek kamu.” “Oke deh.” Simple banget njawabnya. “Ya Udah , ke café au lait  yuk! Sarapan.” Ajakku sambil memegangi perutku yang lagi konser. 
   Aku dan Dhenis sampai tempat juga. “Monsier de veau *semacam steak*  dua sama coffé dua” pesanku. “Oke tunggu 3 menit lagi.” Pelayan yang ramah. “Dhenis, kok diem aja? Kamu nggak suka monsier  ya?” “Ehm, engga gitu fan, tapi aku nggak enak sama kamu.” Kata-kata kaku Dhenis meluntur seketika. “Udah nggak papa, biasa aja lagi.” … “Pesanan datang.” Kata pelayan ramah itu. “Makasih ya.” “Siap! Kalo ada yang kurang bilang aja.” Tersenyum manis. “Mari makan.”
   Selesai makan… “Udah kenyang fan?” sungguh keajaiban yang luar biasa Dhenis menanyaiku setelah bertahun-tahun kaku kayak robot tak pernah enak diajak ngobrol. “Belum sih, habis porsinya dikit banget.” aku tersenyum pahit. “Mau pesen lagi?” “Hahaha. Gila! Enggak ah, udah cukup menurutku sarapan pagi ini.” “Terus mau kemana lagi?” “Jalan-jalan aja yuk keliling kota, em belanja gimana? Aku pengen beli diary baru.” Pintaku. “ke Aire urbaine?” Tanya Dhenis yang berada disampingku. “haha. Jangan ditanya gitu, meski aku asli dari Kerajaan Perancis aku gak pernah tau nama-nama kota disini nis, benar-benar memalukan.” Aku tersipu-sipu “C'est un gars d'Ménilmontant, un vrai p'tit Parigot, ..” Dhenis men-judge dirinya sendiri yang artinya dia adalah seorang dari Menilmontant, seorang warga Paris Kecil. Aku jadi tidak enak hati padanya. “Hey, jangan kaya gitu lah, yang penting kita sama dimata Tuhan, nis.” Aku timpali sebelum dia melanjutkan pernyataannya. Dhenis adalah seorang yatim piatu, dia ditinggal kedua orangtuanya sejak dia masih SD.Sekarang dia tinggal bersama Neneknya di Menilmontant, tapi ketika Papah mengunjungi kota kecil tersebut, Papah merasa iba dengan kondisi keluarga Dhenis. Papah menyekolahkan Dhenis di Grandes écoles ,sekolah terkemuka di Perancis dan dia mengambil jurusan komunikasi. Wah, enak bener nasib si Dhenis. Ngomong-ngomong komunikasi, pantas saja kata-katanya terhadapku begitu resmi seperti dikerajaan. Tapi sebenarnya enak kok diajak ngobrol.
   “Fanetta, bonjour.!” Fay menyapaku selamat pagi dari kejauhan. “bonjour.” Aku melambaikan tangan kepadanya. “Dia temanku, Fay namanya.” Meski Dhenis tidak menanyaiku, tapi aku sudah faham dengan gerak gerik matanya yang mencurigakan. “Oh, syukurlah.” lega sambil merapikan rambut dibalik topi abu-abunya . Heh, emang dia kira siapa jelas-jelas itu Fay, cewe paling imut sedunia, emang ada tampang-tampang teroris?  Eh ralat cewe paling imut itu aku. J
   Sampailah aku di La Défense terdengar cukup asing bagi yang membaca. La Défense adalah kota metropolitan di Perancis, meski berada di luar kota Perancis. Aku sungguh menikmatinya. Sebenarnya aku mendambakan Negara Indonesia yang ingin kukunjungi akhir tahun 2012 nanti. BALI ! kata orang-orang BALI itu eksotis? Apa iya?
   “Madam, aku ambil diary ini ya?” aku menunjukkan diary berwarna ungu dengan balutan pita emas. Disetiap sampulnya, berhiaskan lonceng-lonceng kecil  dan kertasnya terbuat dari kayu anggur yang baunya harum parfum mahal. Aku menyukai diary ini. Betapa bangganya aku. Dan ini adalah diary pertamaku. “Wah betapa beruntungnya kamu nak.” Kata Madam Selvie panggilan akrabnya yang aku lihat di Depan toko. “beruntung kenapa madam?” “Diary ini adalah diary yang paling special. Karena diary ini dibuat hanya 1 buah dan kamu bisa menjadikan harapan-harapanmu yang kau tulis disini kenyataan nantinya, ini hadiah special dari diary ungu itu.” Madam Shelvie menyerahkan kunci diaryku yang berbentuk kupu-kupu dan juga ia memberiku sebuah gelang. “Merci boucoup madam.” Aku tersenyum gembira. “Dijaga baik-baik ya.” “Oke madam.” Aku melenggang keluar toko Madam Shelvie dengan Diary Unguku.

   “Udah?” Dhenis menanyakan. “Sudah, lihat diaryku bagus ya nis? Aku suka.” kataku bangga. “Iya bagus. Terus sekarang kamu mau kemana?” “Galeries Lafayette !” aku bersemangat. “mau apa kesana?” “cuci mata, siapa tau kamu nanti aku beliin parfum. Hehe” “Ngledek aku nih?” Dhenis menyernyitkan alis. “Hehehe, menurut kamu?” “Ngeledek aku banget.” Sambil memasukkan diaryku kedalam tas belanja yang dia bawa. “Maaf maaf bercanda aja kali’ .”

   Galeries Lafayette I’m coming…….

“Bawa SLR gak nis kamu tadi?” aku menanyakan keberadaan kameraku. “Enggak, tadi sih nggak suruh bawa.” Dhenis menyalahkanku. “Aku pikun. Nggak kepikiran juga mau kesini.” “Fan liat tuh disana, topinya bagus-bagus.” menarik tanganku sampai tempat Davyou. “Bener bener penggemar topi.” aku manyun melihat Dhenis seperti pemburu diskon, semangat banget beli topinya. Terpaksa aku jadi anak kehilangan bapaknya yang ditinggal membeli topi. Bete. “Jalan sendiri ah” gumamku tak memperdulikan Dhenis di dalam Davyou.

Aku terus berjalan mengikuti keinginanku. Jing….!!  Sampailah aku di pusatnya ada banyak merk-merk terkenal dipamerkan mulai dari LouisVuitton, Chanel, Guess, Orlane, Rossìmoda , Mango, Polo dll J great…!  Tapi sayang aku lagi berhemat, jadi ya windowshopping aja. Dari belakang terlihat ada yang terus mengawasiku dan mengamatiku. Galau sudah fikiranku. Apa aku harus berlari atau aku harus berhenti. Positive thinking aja lah semoga tidak terjadi apapun. Amin. Dhenis!!kemana dia? Kacau kacau kacau, gara-gara aku meninggalkannya. Nyesel deh. Jadi merasa kehilangan kalau kayak gini. “Dhenis help me now!” jeritan hatiku yang tersamarkan.

Tiba-tiba dari belakang . . . .

*blepp* seseorang menyekapku dari belakang. Sampai aku berteriakpun tak bisa. “Ya Tuhan. Tolong aku, Dhenis kamu kemana?” aku meronta-ronta dalam sekapan seseorang berbadan tinggi. “Heh. Kamu diam!” suara lantang terdengar begitu kasar ditelingaku. “emmm…emmm.lepaskan!” jeritanku dalam sekapan. “Diam kamu, biar papah kamu yang membalas semua perbuatan ini!” . Apa? papah? siapa orang ini sebenarnya?

Dimasukkanlah aku kedalam mobil box berwarna abu-abu. Oh Tuhan, Dhenis pasti khawatir terhadapku. “tililit..tilitit” Handphoneku berbunyi. Dengan penuh perjuangan aku mengambilnya . Tanganku terikat kuat bagaimana aku bisa mengambilnya. Dzikir Dzikir Dzikir. Pasti itu telfon dari Dhenis. Bener-bener penculik tak punya hati. Papah tolong anakmu ini.

“turun kamu!” perintah penculik itu dengan kejam. Bagaimana aku bisa turun wong kaki tanganku  ditali semua. Hadeh parah ni penculik. “Cepetan!!” “iye-iye.”jawabku dongkol.  “cepat kamu siapkan tempat.” Perintah salah satu pencuri. Tempat apaan? Jangan-jangan aku mau disekap digudang nih kayak disinetron-sinetron dan cerita gitu. Siap mental.

Aku didorong dengan paksa memasuki sebuah tempat, sepertinya tempatnya indah? Ah sok tau. Ketika sekapanku dibuka. Oh mai gat! Villa di menilmontant  aku sangat kenal tempat ini. Disampingku berdiri 2 sosok pria misterius yang sebelumnya belum pernah aku lihat. “Siapa kalian? Dan mau apa terhadap saya?” aku gugup. “Tidakkah anda mengenal saya?” jawab salah satu dari mereka. “Tidak, siapa anda?” aku ketakutan ketika Pria itu berdiri dihadapanku. “Perkenalkan tuan putri saya Serena Delmont.” Dengan wajah sinisnya ia menjawab. “Serena Delmont?” aku ternganga bukankah Delmont itu musuh kerajaan ku. “Iya, kenapa kaget?” sambil melempar-lemparkan kunci mobil box. “Lantas, apa yang akan anda lakukan terhadap saya?” “Kalau perlu saya akan membunuh kamu.” . ihh wenak banget ngomongnya kayak mau bunuh nyamuk. “membunuh saya?memang saya salah apa?” aku memelas. “kamu tak pernah salah, tapi papah kamu punya banyak salah terhadap keluarga saya, Dia pembunuh. Dia membunuh ayahku saat peperangan.” “Lalu, apakah dendam itu masih kau bawa sampai hari ini juga Serena Delmont!” aku geram,kenapa aku jadi kebawa-bawa masalah. “Sudahlah Fanneta, berhenti membela Papah kamu.” dia kan papahku jelas aku membelanya. Tiba-tiba dia menambahkan “Kalau kau ingin bebas, kau harus membayar semua!” “Kenapa harus saya?” “Karena menurut pewarisan, kau akan memperoleh setengah harta dari kerajaanmu!” “Lantas?” “Aku akan membunuhmu!” “Tobat dulu lah sebelum membunuhku, mau masuk neraka?” aku amat geram ketika mendengar perkataannya. “Diam kamu, atau pisau ini akan melukai leher kamu.” Menodongkan pisau dileherku. “Aku tidak takut dengan ancamanmu, yang aku takutkan hanyalah ketika Tuhan tidak memberimu surga.” “Shit!” Serena Delmont keluar dari tempatku disekap. Mana Handphoneku?

Aku tertidur pulas dan aku baru sadar hari ini sudah pagi. Dhenis apa kau mencariku? Apa Papah mencariku? Apa seluruh kerajaan mencariku? Hemh, entah kenapa aku merindukan Dhenis, sosok pengawal yang menemaniku 4 tahun lamanya. Aku merindukan mata hazelnya yang teduh. Aku juga rindu jalan-jalan dengan Dhenis di Cham Elyees *jalan paling indah diseluruh dunia* . Ya Tuhan Aku hanya bisa Pasrah terhadap takdirmu.

“Hey, kamu,keluar.” Perlu apa dia menyuruhku keluar. “Anda memanggil saya tuan Delmont?” aku masih geram dengannya. “Iya kamu,nanti siap siap kamu terjun dari menara Eifell.” Apa??? Gila! Sarap tenan! “Mana bisa aku terjun bebas tanpa parasut dan mantel tebal tuan Delmont, Eiffel sangat dingin.” aku mulai berfikir. “Cepat keluar kamu! Jangan banyak bicara.” “Iya sabar” aku berusaha berdiri.

“Nih makan!” menjatuhkan roti gandum dan sekotak susu di hadapanku. “Bisa sopan nggak sih!” aku melotot. “Makanlah selagi makanan ini belum aku buang.” Pintanya sabil melepaskan ikatan tanganku. Emoh! Delmont lalu menambahkan “Kalau tak segera kau makan akan kubuang!” .  “Arrgh!” kutahan amarahku. Dasar Delmont sok baik banget. Kenapa dia ingin aku mati malah ngasih makan. Setan berhati Malaikat mungkin. Kurang kerjaan.

“Tuan putri sudah siapkah anda terjun dari menara Eifell?” tanya Delmont. “Untuk apa kau menyuruhku terjun dari sana? Anda ingin saya mati?” aku melihat tatapan Delmont seperti Dhenis. Hah, apa yang aku fikirkan? Hanya saja lagi-lagi aku sedang merindukannya “Iya saya ingin anda mati, aku ingin melihat Papah mu melihat putri semata wayangnya mati. Seperti apa yang aku rasakan sekarang kehilangan ayahku, Orang yang paling berharga dalam hidupku.” “Tidakkah itu perbuatan paling kejam yang dilakukan oleh anak seorang Raja? Apa kau tak malu seluruh dunia melihatmu membunuhku.” “Aku takkan mengotori tanganku sendiri. Aku menyuruh ke-2 pengawalku untuk melemparmu dari Eifell.” “Kejam, aku tak pernah melihat laki-laki sekejam ini sebelumnya, Apa dihatimu tak pernah ada cinta? Apa dihatimu tak ada kasih sayang? Ada apa denganmu Delmont? Apa kau rela melihat ibumu disiksa seperti aku sekarang? Apa kau tega melihat ibumu dibunuh?” “Diam!! Papah kamu penyebab semua! Dia membunuh ayahku.” Mata Delmont memerah.

 “Dendam takkan habis jika kau tak mau memaafkannya. Dan seseorang itu bukan hanya ingin dimaafkan tapi untuk memaafkan Delmont.” “Aku tau itu. Tapi….” Aku memutus perkataan Delmont. “Tapi kamu harus bisa membuka mata hati kamu, Jika dendam itu terus kau bawa sampai sekarang kau takkan bisa menikmati hidup, kau takkan tau apa itu cinta dan apa itu kasih sayang.” Aku meletakkan tanganku diatas tangannya yang dingin penuh airmata karna kata-kata indah ku. “Apa yang harus aku lakukan Fanetta.” Delmont menatapku iba. “Bebaskan aku, kembalikan aku kepada Papahku dan aku berjanji aku akan memperkenalkan arti hidup kepadamu Delmont.” Aku meyakinkannya. “Tapi aku masih sangat dendam karena Papahmu.” “Hapuslah dendam itu dan cobalah untuk memaafkan. Dan apa dengan dendam kau bisa mengembalikan ayahmu kembali?” Delmont menundukkan kepalanya. “Oke tuan putri aku akan mengembalikanmu kepada Papahmu nanti malam.” “merci boucoup Selena Delmont.”

Malam hari……………

Ketika aku turun dari mobil. “Tuan putri?” pengawalku seakan tak percaya aku pulang. “Iya , aku Fanetta.” “Hey teman-teman tiup terompet untuk kedatangan tuan putri.” Kata Reya pengawal gerbangku yang ramah. Bunyi terompet terdengar sangat bermelodi. Papah turun dari singgasananya dan mama berhenti mengusap air matanya dengan tissue. Mereka keluar dan memelukku penuh haru. “Nak, kemana saja kamu? Apa Dhenis yang meninggalkanmu sendiri di Galeries Lafayette?” Papah mencemaskanku. “em, nggak kemana-kemana kok pah. Malah aku yang meninggalkan Dhenis. Maaf ya pah,mah sudah membuat kalian khawatir.” “Iya sayang, yang terpenting kamu sudah kembali. Loh ada apa dengan tangamu nak?” Mama menanyakan bekas luka ikatan ditanganku. “Em, Cuma luka kecil kok ma, nggak papa kok.” Jawabku menutupi kejadian kemarin. “Seperti bekas ikatan kuat.” Papah menyelidiki. “Iya, jangan-jangan kamu dicuri?” mamah penasaran. “Mama ini, nggak kok.” Aku bersikeras menutupinya agar kondisi kerajaan membaik. Tiba-tiba seorang pengawalku mengadu kepada ayah “Tuan, tadi saya lihat mobil kerajaan Delmont yang menghantarkan tuan putri.”  “Apa benar itu fan? Jawab pertanyaan papah!” aku pun tak bisa berbohong kepada papah lagi “Iya pah. Delmont melepaskanku sebelumnya ia hendak membunuhku. Namun Delmont tak melakukannya. Ia masih memiliki rasa iba terhadapku”

Keesokan hari setelah pesta kedatanganku dilaksanakan.

Aku rindu sosok Dhenis, kemana dia? Dari kemarin aku tak melihatnya. Dan diaryku? Oh, apa aku harus kembali ke Hotel? Setelah rindu Papahku terobati.

“Papah, Dhenis mana?” aku akhirnya menanyakannya kepada papah. “Dhenis ku pecat gara-gara tak becus menjagamu nak.” “Kenapa papah bisa seperti itu? Aku mau Dhenis kembali.” “Alasanmu?” papah menanyakan. “Dhenis tidak salah pah, aku yang salah.” “Lantas?” “Aku ingin Dhenis kembali menjagaku.” “Apa kau merasa nyaman dengannya?” “Iya pah.” Dengan sangat mengharapkan Dhenis kembali. “Baiklah nanti sore ikut papah ke Menilmontant.”

Sore Hari di Menilmontant langit jingga menghiasi indahnya kota kecil itu. ….

“tok..tok..tok” tanpa pengawal dan hanya aku dan papah. Seseorang dari dalam rumah membukakan pintu. “Serena Delmont!” aku terkejut. “Iya Tuan putri saya Serena Delmont.” “Ada apa ini? Kenapa kau disini?” tanyaku heran. “Aku Dhenis pengawalmu dulu.” “Dhenis?” papah membiarkanku berbicara dengan laki-laki bermata hazel itu. “Bukan kamu bukan Dhenis, dimana kau sembunyikan Dhenis? Jangan-jangan kau membunuhnya.” Kecurigaanku naik. “Tidak tuan putri….” “kamu Delmont bukan Dhenis. Yang aku cari Dhenis. Dhenis yang slalu menjagaku. Bukan Delmont yang kasar dan melukaiku.” Suaraku naik 1 oktaf. “Maafkan aku Tuan putri.” Delmont lalu mengambil topengnya dan mengenakannya. “Dhenis.Iya ini wajah Dhenis, aku rindu dengannya.” “Bukan tuan Putri ini aku Serena Delmont. Ini diary ungumu, aku masih menyimpannya”

 “Tapi…dimana kerajaanmu? Kenapa kau tak tinggal diistanamu dan memilih disini?” “Kerajaanku sudah runtuh. Ayah dan ibuku sudah tiada, disini aku hanya bersama nenekku. Dan kami membangun rumah baru disini.” Aku ketinggalan info. Haduh nggak update banget. Malunya. “Kenapa kau menyamar menjadi Dhenis?” “Aku ingin mengenalmu, sekaligus menghancurkan keluargamu, tapi aku lihat kamu dan keluargamu begitu baik terhadapku dan terlalu tidak sanggup aku menghancurkanmu. Aku mencintaimu Fanetta.” Delmont mendekapku dengan sangat kencang seakan aku yang hanya untuk dirinya. “Delmont kau mencintaku? Apa aku tak salah mendengarnya? Kenapa kamu nggak ngomong dari dulu? Hahaha. Hey lepaskan aku aku malu sama papah” Aku mencairkan suasana. Delmont melepaskan dekapanku. Dari jauh papah hanya bisa tersenyum melihatku.

“Lepas topengmu aku nggak mau ya, lihat wajah bohongan kamu. Padahal aku udah jatuh cinta sama Dhenis, ternyata Dhenis hanya topeng.” Aku tertawa tercekik didalam hati. “Yee masak cinta sama topeng? Malu-maluin. Emang topeng sama wajah asli aku gantengan topengnya ya?” Tanya Delmont menatapku. “Bangeeeeeeet.” “Hahaha boong lu.” “Iya-ya gantengan wajah aslinya dong, kan ciptaan Tuhan, bukan manusia.” “Hehehe” tertawa bersama-sama.

Dan akhirnya aku jadian sama Serena Delmont. Melihat itu semua hubungan keluarga kerajaanku dan kerajaan Delmont akhirnya membaik, malah jadi sangat baik. Mungkin sehabis kuliahku selesai Delmont akan meminangku. Tunggu undangannya yaa………..


by : Farah azhaar nisrina

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penyuka Hujan dan Penyuka Senja

mengenal "SUKU HUI" (suku pemeluk agama Islam di China)

KINGDOM CAKE "XINGO"