Penyuka Hujan dan Penyuka Senja
Penyuka
Hujan dan Penyuka Senja
Namanya Naura Aisha Qanita, sering dipanggil Naura, dia
adalah gadis penyuka senja. Setiap hari dilaluinya tanpa seharipun ia
melewatkan melukiskan senja pada bait puisinya. Dia penggila puisi juga. Sore
ini dia duduk bersantai dengan laptop kesayangan dan notes kecil diatas rumah
pohon yang dibuatnya dengan Ayahnya. “fuhhh……andai aku punya teman yang juga
menyukai senja” gumamnya sambil mengelus-elus layar laptopnya. Dia memang
selalu sendiri tak banyak sahabat yang dia punya, tapi menurutnya Ayahnya adalah
sahabat terbaiknya. Naura selalu mengeja-eja kata dan diksi untuk menjelaskan
betapa cantiknya matahari senja yang tampak didepan matanya itu. Sinar keemasan
membuatnya selalu takjub. “Subhanallah, Masyaallah indah nian ciptaanmu, Tuhan.
Tak pernah sedikitpun aku tak menyukainya.” Senyum manis Naura terlukis indah
kala itu. Semanis Senja.
“Sudah hampir maghrib, pulang yuk.” Naura suka sekali
monolog dengan laptop dan notesnya. Dia membereskan dan memasukkan laptop nya
kedalam ranselnya. Sebelum dia beranjak turun, dia menuliskan notes ‘apapun
warnamu esok, senja tetaplah akan menjadi cintaku yang pertama’ lalu dia
menempelkan kertas mungil itu kedinding rumah pohonnya.
‘Kukuruyuuuuuukk………’ suara ayam jago kesayangan Ayah Naura
membangunkannya. “Jam berapa sih ini, tumben sudah berkokok?” Naura melihat jam
dindingnya sambil mengucek matanya. “Pukul 3.45 AM, belum subuh. Tahajud dulu
deh.” Naura turun dari kasurnya dan segera mengambil air wudhu. Naura begitu
khusyu’, dia selalu begitu jika telah berhadapan dengan Tuhannya. Sepertinya
keyakinannya terus ter-charger dengan sendirinya.
‘Tok…Tok…’ “Iya, Yah, sebentar masih rapiin buku.” Naura
hafal itu pasti ayahnya yang menyuruhnya segera bergegas berangkat ke sekolah.
Ayah selalu mengantarnya ke sekolah karena arah sekolah Naura dan kantornya
searah.
Naura masuk kedalam mobil putih, warna yang cukup elegant
pilihan Naura untuk sebuah mobil sedan sport. “Yah, kenapa aku terlahir menjadi
seorang penyuka senja ya? Apa ayah sama bunda dulu juga suka sama senja?” Tanya
Naura iseng. “Iya, banyak kenangan antara bunda sama ayah dulu.” Ayah Naura
tersenyum. “Iyakah yah, ada?” Naura tiba-tiba mendadak serius mendengar
penuturan ayahnya. “Iya, dulu Ayah menyukai Hujan tapi Bundamu menyukai senja,
kita berdua pernah sama-sama bertemu dalam kesempatan yang tak terduga sayang.”
Ayah Naura mem-flashback ingatannya pada 21 tahun silam. “Maksud ayah? Bertemu
dimana? Kapan Ayah bertemu sama Bunda? Ceritain dong yah.” Bujuk Naura dengan
segala penasarannya. “Nanti.” Ayah Naura mengembangkan senyumnya lalu mengelus
lembut jilbab putihnya. “Yaah…bete ah, sekarang dong yah.” Naura pura-pura
cemberut. “hahaha…tuh didepan kan SMA kamu, jadi saatnya sekolah dong,” Ayahnya
suka sekali menggodanya “Tuhkan ayah gitu,” Naura semakin cemberut. “Jangan
cemberut gitu dong, mana senyumnya? Nanti kalo dilihat temen-temenmu jelek lo,
apalagi temanmu yang spesial. Ayah janji deh nanti kalo sudah pulang Ayah akan
ceritain panjang lebar sama kamu. Janji.” Ayah Naura menyodorkan kelingkingnya
kedepan Naura. Naura langsung menyambar dengan mengaitkan kelingkingnya ke
kelingking ayahnya. “Oke yah, nanti Naura bakal tagih janji Ayah. Dah…ayah,
Assalamu’alaikum.” Naura mencium tangan Ayahnya. “Belajar yang rajin ya
sayang.” Ayahnya mengecup kening Naura dengan kasih sayang yang luar biasa
kepada malaikat kecilnya yang sekarang tlah beranjak dewasa itu. Wajah Naura
yang cantik, polos, dan kadang membuatnya gemas selalu mengingatkannya kepada
sosok Istri yang sangat ia cintai. Bunda Naura persis seperti Naura, cantik dan
manis. Tapi Naura belum pernah memandang wajah bundanya semenjak dia lahir
hanya mungkin dia bisa melihat foto bundanya disebuah figura dan album foto
milik ayah. Bundanya meninggal setengah jam setelah melahirkan dan melihat
wajah mungil malaikat kecilnya itu. Nyawanya tak tertolong. Pendarahan hebat. Rahimnya
terlalu lemah untuk proses melahirkan secara normal. “Andai kau sekarang disini, Nina,” gumam Ayah
Naura sembari mengambil nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. “Aku
merindukanmu.” Sepertinya Ayah Naura merindukan tambatan hatinya.
Seperti biasa setiap sore Naura selalu berada diatas rumah
pohon. Bersama laptop dan notes mungilnya. “Naura……kamu diatas?” teriak ayahnya
dari bawah. “Iya yah, aku disini.” Sambil melambaikan tangan kearah ayahnya
yang dipandang sore ini lebih keren dari biasanya, dengan kacamata yang masih
setia membingkai wajah manis ayahnya dan mengenakan baju polo warna ungu
favorit. “Oke, ayah kesitu.” Ayahnya langsung menaiki anak tangga menuju rumah
pohon.
“Ayah ganteng sekali sore ini, jangan-jangan habis hunting
bunda baru ya buat Naura?” Naura menyentil gaya Ayahnya yang masih terlihat
seperti anak muda itu. Ayahnya kaget gelagapan. “Sayang, nggak akan ada yang
bisa gantiin rasa sayangnya ayah ke bunda dan kamu. Kalian berdua adalah
sayangnya ayah didunia sampai syurga. Bunda dulu adalah harta ayah yang sangat
ayah sayang yang diamanahkan Tuhan, dan ternyata Tuhan lebih sayang sama
bundamu, dan Ia menggantikan bunda denganmu Naura, untuk Ayah sayang dan jaga.”
Ayah menatap wajah Naura dengan tatapan penuh kasih sayang dan langsung memeluk
anak satu-satunya itu. “Ayah, maafin Naura ya udah bilang gitu ke ayah tadi.
Naura nyesel deh. Ayah kan jadi mellow banget.” Naura menatap mata Ayahnya yang
menahan airmata sedari tadi.
“Naura, dulu Ayah bertemu bundamu disuatu tempat
yang sangat ramai. Tapi entah kenapa Ayah melihat satu cahaya diantara ratusan
orang yang berramai-ramai itu. Dan itu bundamu, Namanya Nina. Nina kecil yang
selalu ceria, ramah dan penuh dengan aura kebahagiaan ketika berada didekatnya
membuat ayah merasa nyaman ketika hanya sekadar berbalas ‘hay’ dan mengobrol denganya
sebentar. Ayah seperti menemukan separuh hati Ayah. Bundamu juga seseorang yang
sangat memperhatikan sekaligus mengerti ayah, bagaimanapun kondisi ayah dulu.
Bundamu juga adalah seseorang yang sederhana tapi cukup menawan menurut ayah. Selalu
mengusahakan apa-apa yang terbaik untuk kita berdua. Itu yang membuat ayah sangat
menyayanginya. Meski pautan usia kita cukup jauh, tapi hati ayah selalu tertuju
pada cahaya itu. Ayah pernah mengajaknya bermain ombak dipantai tapi Ayah rasa
bundamu lebih menyukai senja. Sama denganmu, lalu Ayah memutuskan untuk
menunggu pantai dengannya sampai senja muncul dengan binarnya. Dan ketika senja
sedang memerah, bundamu langsung takjub dan tersenyum bahagia. Ayah masih ingat
betul ekspresi wajah bundamu saat itu. Bunda seperti kamu ketika melihat senja,
merasakan setiap detik yang sangat berharga itu sebelum akhirnya langit berubah
menjadi gelap. Dan ternyata ketika itu belum sampai tenggelam, hujan turun
dengan derasnya, ganti Ayah yang selalu menjadi penyuka hujan, ‘pluviophile’
kata Bundamu, seseorang yang sangat mencintai hujan dan merasa damai seiring
hujan yang turun.” Rindu semakin menyesakkan ruang batin Ayah.
“Ayah suka hujan
dan Bunda suka senja. Ah...romantisnya cerita ayah. Aku harus menulisnya. Em.. Mungkin
aku sekarang juga bertemu dengan penyuka hujan yah. Meski tidak sama persis
seperti Ayah.” Mata Naura
berbinar-binar. “Iyakah sayang? Siapa?” Ayah Naura menyelidik. “sepertinya juga
aku menyukainya yah dan mungkin jika bunda lihat, bunda akan menyukai penyuka
hujan seperti dia,” Melemparkan senyum ke arah Ayah dan kemudian merapikan
rambut yang keluar dr jilbabnya.
“Jujur sama ayah, namanya siapa? Kalau dilihat
dari kacamata ayah nih penyuka hujanmu akan jatuh hati pada penyuka senja juga
akhirnya, tapi kamu harus ingat jangan berlebihan ya?” Ayah mengelus-elus
kepala Naura yang sesekali bayangan Istrinya muncul dalam benaknya. “ah……aku
harap juga begitu yah, dipenghujung senja ini, dalam hati kita masing-masing
pasti sedang merasakan rindu yang sama ya yah. Ayah pada si penyuka senja dan aku pada si penyuka hujan
tapi aku juga merindukan penyuka senjamu yah. Semoga rinduku dan rindumu
berbalas ya yah.” Naura mulai mellow dan menyandarkan kepalanya kebahu ayahnya.
“Naura sayang, semoga rindu kita tidak berlebihan ya, yang menyebabkan Tuhan
iri kepada kita. Bingkai rindu itu dengan doa, dekatkan dan serahkan pada Tuhan
saja, Ayah jadi sangat rindu sama bunda,” ujar Ayah sambil sesekali menyeka
airmata. “Iya yah, aku juga merindukan bunda sekarang, meski aku sama sekali
belum pernah bertemu dengannya, tapi hangat tatapan senja sore ini seperti bunda. Aku ingin memeluk senja yah, aku rindu,”
Naura meneteskan air matanya. “Mungkin kau bisa mewakilkan dengan memeluk
penyuka hujan yang pernah mendapatkan penyuka senja disampingmu saat ini nak,”
Naura langsung memeluk Ayahnya dan berkata “Ayah aku mencintai ayah, seperti
Bunda mencintai ayah dulu, cintai aku juga ya yah. Aku sayang ayah,” “Ayah juga
sangat mencintaimu nak, tumbuhlah menjadi mujahidah luarbiasa ya buat ayah,”
Dalam dekap Ayah, Naura mengangguk, mengiyakan harapan Ayahnya padanya.
Senja
sore itu seolah menjadi Senja yang penuh dengan harapan manis pun juga kenangan
Ayah pada masa lalunya. Rintik kecil yang kemudian hujanpun turun dikeramahan
senja, kerinduan Ayah pada Nina Istrinya pun mengembang.
Ayah terus mengeja
kata dan doa dalam hatinya . ‘semoga seiring rintik hujan yang berjatuhan ini
bersama dengan malaikat kecil kita, rindu ini bisa tersampaikan lurus dan tulus
padamu disana. Aku masih menyayangimu sayang, tapi aku bisa apa? aku masih
berusaha mengikhlaskanmu pergi. seluruh ragamu tak bisa kupeluk lagi ketika
rindu ini pecah dan mendayu, tapi cukup dengan memeluk malaikat yang telah kau
lahirkan dengan penuh perjuanganmu, aku merasakan hadirmu disisi, Nina … Aku merindukanmu
lagi, aku terlalu payah menahannya, Saat ini kau pasti sedang menatap kita,
dengan senyuman khasmu yang pernah menawan hatiku secepat kilat. Aku berjanji
padamu akan mendidik putri kita menjadi seorang Mujahidah yang selalu
membanggakan dan membahagiakan semua orang, termasuk kakek dan neneknya juga.
Akan selalu kurawat dan kujaga ia, aku berjanji padamu. Aku mencintaimu lagi.
Tuhan, sampaikan salam rindu, sayang, dan cintaku padanya.’
“Ayah, Ayah jangan nangis dong yah, kan
Naura ada disini, ayah nggak perlu merasa sendirian lagi, aku akan selalu sama Ayah kok. Menjadi malaikat ayah selalu.” Naura memamerkan senyum
lebarnya yang cukup serasi dengan wajahnya. “Iya sayang, pasti. Ayo kita pulang mumpung hujannya sudah agak
mereda, kan hampir maghrib juga, Jama’ah yuk!” Ajak Ayahnya dengan perasaan
yang tlah utuh kembali. “Ayuk…deh yah, siap bos!” Naura mendekatkan telapak tanganya
ke dahinya.
Memang, senja selalu menawarkan romansa sendu, tapi senja selalu
bisa menawarkan hangat bahagia ketika bisa benar-benar merasakannya pada akhirnya. :')
Author : Fa.
sorry about for all mistakes ;) hope guys enjoyed atau malah nyesek? hehehe forgive me ^_^
Top-Rated videos of the day in 2020 | videodl.cc
BalasHapusTop-Rated videos of youtube mp3 the day in 2020 | videodl.cc · 1. Quentin Franks. 0 likes. 0 talking about this · 2. David Hungar. 0 comments.