SUNSET & SUNRISE



Sepagi inikah Cinta datang, menyelinap lembut kedalam hati, sepagi juga aku melihat sosokmu yang sangat aku kagumi yang hanya dapat aku lihat dari kejauhan dan bersegeralah mimpi , kau wujudkan dalam sebuah cerita baru untukku hari ini…..

Aku berjalan dengan langkah gontai menuju gerbang sekolahku yang sepagi ini masih belum terbuka lebar, kabutpun masih tebal menyelimuti dinginnya pagi. Entah ada angin apa hari ini aku berangkat 1 jam lebih awal dari jam masuk sekolahku. Aku meraih anak pagar dan maksudku mendorongnya untuk membuka tetapi disampingku berdiri kakak kelasku, tidak aku lihat dengan jelas siapa dia dan yang aku tau dia ikut meraih anak pagar itu. Aku benar-benar malu untuk melihat wajahnya tapi aku tau ketika aku melihat kearah pundaknya. Dia mendorong pagar dengan 1 tangannya karena tangan yang satunya dia gunakan untuk memegang sepedah pancalnya, aku langsung ikut mendorong pagar sisi samping.

“Ternyata sudah sarapan ya, jadi kuat dorong pager gede kayak gini.” Katanya seakan memecah kesunyian. “emm..iya.” aku bingung harus menjawab apa, gugup. Aku dan kakak kelasku yang masih belum aku lihat wajahnya itu terlihat berjalan berdampingan tetapi kemudian aku mengambil langkah dibelakangnya. Dag..Dig..Dug . Pengen lari dan mempercepat langkah rasanya, aku tak terbiasa dengan hal seperti ini. Jika Tuhan marah, aku harus apa? Setengah lapangan tengah aku berjalan saatnya aku berlari. Tetapi kakak kelasku membalikkan jalannya, Aku menatap wajahnya yang sangat teduh. Begitupun dia, dia menatapku juga. Seakan mata kita bertemu dalam tatapan sekejap itu. Sekarang aku tau pasti siapa dia, Kak Alief. Kutundukkan wajahku, berlari melewatinya. Rasanya seberkas bayangan wajah kak Alief masih melekat, bagaimana aku bisa menghapusnya. Kuusap-usapkan tanganku ke wajahku, ini pasti hanya khayalan gilaku lagi. Tidaaaaakkk!!

Aku menghentikan langkahku ke Masjid Ar-Rahman , tempat tongkrongan favoritku bersama sahabatku Latifa untuk menghafal beberapa surat pendek. Melepas tas ranselku menuju tempat wudhu . ‘ah…pasti kelas masih kosong daripada gak jelas dhuha aja lah siapa tau pas ikut pelajaran pada nyantol ke memori ,hehe’ gumamku .

Seusai wudhu, aku masuk kedalam dan mengenakan mukena yang aku bawa sendiri. Ketika aku akan melakukan takbir , tau tidak siapa yang muncul dari pintu masjid ikhwan, Kak Alief! Aku menghembuskan nafasku beristighfar karena takbir pertamaku gagal gara-gara kak Alief.huf~ ‘konsentrasi woi’! setelah aku menunaikan shalat sunnahku 4 rakaat, aku langsung berlari aku tidak ingin melihat kak Alief lagi, aku takut kalau aku punya rasa sama dia. Aku memasang kaus kakiku dan kemudian memakai sepatuku yang masih tampak kinclong itu, tiba-tiba disampingku Kak Alief sudah duduk.

Harus apa-Harus apa Tuhan, kenapa ada kak Alief lagi? “Hai, ahlan wa sahlan, ukhty.” Sapanya yang berarti ‘Hai, apa kabar kamu(perempuan)’ “Ahlan bik wan akhy?” dan yang berarti aku membalasnya ‘aku baik-baik saja dan kamu?’ “ahlan bik, ukhty boleh bicara sebentar?” Kak Alief mulai serius. “Iya, mau bicara apa?” aku menahan rasa anehku. “Bisa bantu ana isi petisi?” “petisi?buat apa?” “Ini” Kak Alief menyodorkan selembar petisi padaku. Aku tak membaca penuh yang pasti ini seperti petisi-petisi online yang pernah dia kirimkan aku lewat email. “Okay, bisa.” Aku mengisi petisinya yang nanti akan dikirimkannya ke sebuah lembaga “Kalau ini berhasil aku akan menraktirmu.” Dengan senyumannya dia menghilang. Sepentingkah petisi itu untuk hidupnya? Penemuan barunya dan segala inspirasinya begitu besar dan juga kepekaannya terhadap sebuah masalah. Tapi petisi itu susah sangat butuh pertimbangan. Seperti halnya masalah keamanan Palestine, Mesir dan masalah ekonomi dan politik, Scient, Astronomi dan semua hal yang kadang akupun tak mengerti maksudnya. Aku suka ketika ia selalu melibatkanku dalam pemikiran besarnya, meski  bertemu , bertatap dan berbicara pun jarang.

“Kau tak ingin melihat Sunrise pagi ini, Ukhty?” tanyanya padaku yang kemudian muncul lagi dibelakangku. Sunrise, aku tak pernah memikirkan bisa melihat hangatnya cahaya matahari terbit itu. “Em…..” aku berfikir keras. “Sudahlah ini masih pagi, pelajaran akan mulai 40 menit lagi. Ayo ikut aku!” Kak Alief meraih pergelangan tanganku. “Tapi kak…” belum selesai aku berkata padanya, Kak Alief langsung menimpal. “Kau akan melihat hari baru akan dimulai.” Kak Alief mendadak puitis. “Tapi kan ini udah siang kak?” “Anggap aja ini masih setengah enam,hehehe” “Ampun deh kak.” Aku mengikuti langkahnya yang membawaku ke atas menara masjid sekolahku.

Sampailah aku diatas Menara Masjid Ar-Rahman. Indah sekali, belum pernah aku melihat ini sebelumnya. “Kau lihat itu, Seorang petani dengan susah payahnya ia, membawa sekarung pupuk. Ia memikulnya sendiri. Dan kau lihat ibu-ibu yang disampingnya Ibu itu setia menemani suaminya yang sangat ia sayangi, Pak Petani tersebut tak mengizinkan Istrinya membantunya membawa sekarung pupuk itu, karena menurutnya Seorang laki-laki yang hebat adalah seseorang yang tak membiarkan orang yang ia sayangi terluka, Pak Petani takut kalau Istrinya terluka dan terjadi sesuatu. Meski Punggungnya sakit dan memerah ia lakukan hal itu sendiri, karena ia percaya akan ada seseorang yang menyayanginya yang akan merawatnya bila ia jatuh.” Kak Alief menunjuk Seorang petani paruh baya dengan istrinya yang terlihat membawa sebuah clurit.  

‘Aku speechless’ kataku dalam hati.  “Kak Alief nih pandai sekali bikin kata-katanya. Lalu apa yang akan terjadi bila tiba-tiba Pak Petani jatuh terperosok karena kehilangan keseimbangan gara-gara karung pupuknyanya terlalu berat. Sedang Bu Petani berada jauh didepannya alias disuruh duluan sama Pak Petani. Apa Pak Petani tetap tak mengizinkan Bu Petani menolongnya ?” Kak Alief menghembuskan nafasnya, semilir angin lembut menerpa rambutnya sehingga rambutnya yang hitam itu tampak bergoyang mengikuti arah angin membawa. “Haha, harus kah aku jawab? Kau tau cinta kan? Cinta itu saling melengkapi bukan? Tentunya tanpa Pak Petani suruh istrinya untuk menolongnya, Bu Petani akan segera menolongnya. Membantunya berdiri dan meringankan beban Pak Petani dengan ikut membawa karung pupuk itu. Ya Itulah Cinta ukhty. Seperti Kedua bola mata, tanpa salah satunya kau tak akan bisa melihat Matahari terbit dengan sempurna lagi, melihat Pak Petani dan Bu Petani yang saling mencintai itu juga.” Kak Alief tersenyum ke arahku. Aku membalas senyumnya tanpa memandangnya lebih lama. Kuhadapkan wajahku lurus mengagumi indahnya pagi ini. Dan aku berkata “Kau benar kak, Cinta juga seperti Kamera dan Lensa, tanpa lensa Kamera bukanlah apa-apa, ia tak akan bisa mengabadikan semua kenangan indah yang ia jumpai, dan tak akan bisa merekam semua kejadian paling manis dan tak terlupakan, kecuali kamera tuhan yang tak berlensa tetapi bisa merekam semua kejadian paling fatal sekalipun.” Kenapa aku tiba-tiba puitis? Ah biarlah kata-kata ini terlalu spontan muncul dari mulutku. Kak Alief tersenyum lagi dan ini lebih lebar. “Dasar manusia narsis, kamera aja pake dibawa-bawa segala, iya-iya yang punya kamera berlensa hight quality dan hobinya capture moment.” Menyenggolku dengan sangat jail, Kak Alief langsung berlari turun. “Ih, kak Alief tunggu aku.” Aku ikut berlari menuruni tangga menara.

Aku langsung berlari menuju kelasku yang masih lengang hanya ada Latifa duduk dibangku ter-PW nya , dan Iqbal dengan gadget favoritnya. “Assalamu’alaykum” sapa ku. “Ehem, tadi dimasjid sama siapa sih? Ehem” bukannya Iqbal menjawab salam malah mengolokku. “Bal, salam itu wajib dijawab tauk.” Celutuk Latifa “Eh lu juga gak jawab kali tif.” Mereka berdua ribut dan akhirnya “Wa’alaykumusalam” suara mereka berdua terlihat kompak. “Hayo sama siapa tadi kamu ish?” Latifa ikutan Iqbal mengoloku. “Iqbal ih betein, orang cuman sama kak Alief doang , gak macem-macem kok Latifa jadi ikutan gini kan.” Aku manyun menghampiri Latifa dan duduk dibangku keramatku. “Cie, bentar lagi traktiran dong?” Iqbal nyelutuk, Latifa menepuk-nepukan tangannya. “Apasih aku malu, tapi bener tadi aku gak ngapa-ngapain aku tadi cuman suruh isi petisi aja, udah jangan fitnah deh!” “cup-cup-cup pagi pagi gak boleh marah lo cantik.” Latifa semakin menyebalkan. “Iye neng, nanti kalo dilihat sama aa’ Alief jelek” Ingin rasanya melempar papantulis kearah Iqbal. “Yaudah kalo gak percaya.” Aku merundukkan mukaku ke ranselku yang masih ada diatas meja.

***

“Anak-anak siapkan selembar kertas kosong.” Kata bu Yuan. “Buat apa bu?” Tanya Riki. “Kita akan membuat sebuah desain ornament batik yang tidak boleh sama antara satu orang dengan orang lain.” What the Art ! Aku menyukaimu Kesenian. Wajah dongkol teman-temanku terlihat lucu. Aku kira hanya aku yang tersenyum indah. hehe Pelajaran terakhir yang sangat menyenangkan. Aku menggoreskan pensilku dengan lihai nya tapi tiba-tiba . “Assalamu’alaykum.” Kak Alief masuk ke kelasku meminta izin ke Bu Yuan. “Maaf bu, saya minta izin untuk memanggil Aisha sampai jam terkahir usai.” Semula teman-temanku yang repot memandangi kertas kosongnya yang harus diapakan langsung menatap aku. “Cepat Isha, keluar ada hal penting yang harus kamu urus, sudah ada dispensasi.” “Tapi bu....saya belum selesai sedikit lagi ya?” Aku masih santai menarikan jari-jemariku. “Udah sha dipanggil tuh.” Latifa memicingkan matanya, berkedip sebelah. “Bukannya bantu aku melambatkan waktu.” Aku masih menggerutu. “Aisha, ini panggilan!” Bu Yuan memperingatiku. “Baik bu.” Aku membawa kertas penuh coretan imajinasiku yang belum selesai sempurna untuk tugas Ulangan Harianku ke meja Guru dan membawa ransel keluar. Berat hati aku tinggalkan tugas favoritku. Sedang 1 jam lagi Pulang sekolah.

“Sudah siap?” Kata Kak Alief yang masih belum sempat aku ketahui maksudnya. “Sudah.” Aku hanya menjawab sebisa kataku keluar. “Okay, kita berangkat.” Kak Alief menarik tanganku. “Kita mau kemana?” “Sudah ikut saja.” “Berhubungan dengan semua petisimu? Apa aku kau bawa dalam aksi solidaritas, atau ke kedubes?” “Sudahlah ukhty, kau tak perlu khawatir aku tak akan menculikmu. Dan ini belum berhubungan dengan petisi okay?” Kak Alief lagi-lagi melemparkan senyumnya.

Aku duduk lama dalam mobil Jazz Putih milik Kak Alief. Aku bingung dikemanakan sepedah pancalnya tadi? Kemanakah aku akan pergi? Jam tanganku menunjukkan pukul 16.15 wib . 01.15 jam lebih lama dari jam pulang sekolahku. Harusnya aku tetap duduk dibangku keramatku menyelesaikan ulangan ku. “Sha, kenapa bete ya?” Kak Alief melihat muka sebalku yang gak tau mau dibawa kemana? “Sedikit sih, ini aku mau dibawa kemana kak udah hamper petang lo.” Tanyaku, tapi kak Alief tak menjawab dengan sepatah katapun dia memencet tombol music di dvd player mobilnya . Lagu A Thousand Year milik Cristina Perri mengalun.

Setelah sampai . “Kau harus tutup mata dengan ini.Aku akan membawamu merasakan indahnya ciptaan Tuhan lagi.” Kak Alief mulai aneh, Aku menalikan dasinya menutup kedua mataku. “Ukhty jangan buka pintu mobil ya, biar aku yang membukanya, diam jangan bergerak kau nanti bisa terjatuh.” Kak Alief membuka pintu mobilnya dan meraih tanganku untuk dibawanya keluar, dan aku menuruti apa yang dia pinta. “Kak Ini dimana agak dingin nih, anginnya kenceng.” Aku mengelus-elus lenganku bermaksud untuk menghangatkan. Tiba-tiba aku merasakan sebuah Jaket menutupiku, mungkin jaket punya kak Alief. “Kau akan merasa hangat dengan ini, kau tak perlu cemas, sekarang ikuti langkah kakiku ya pelan-pelan.” Kak Alief menggandeng tanganku erat.

Tak Ada gerakan lagi, mungkin ini sudah sampai. Kak Alief membuka sekapan mataku dan berteriak “Taraaaaaaaaa……” “Kak Al….kok…” aku benar-benar tak bisa bergumam apalagi berbicara. “Sunset! Kau menyukainya kan? Aku melihat galerimu penuh dengan Sunset dan Sunrise di instagram,twitter,tumblr dan facebook. Kau bisa bilang kalau aku stalker sekarang. Stalker yang mewujudkan mimpimu. Kau ingat salah satu twitmu yang bertanggal 29 june ‘Mentari senja sangatlah indah, berwarna jingga dan bersiluet hitam, andai aku bisa melihatmu dengan orang yang menyayangiku’ kau ingat kan?” Kak Alief menatap cahaya keemasan itu dengan penuh perasaan. “Iya kak Aku ingat, tapi tak ingat persis kapan tanggal aku buat. Berarti orang yang ada disampingku sekarang?” Aku masih belum bisa percaya . “Iya aku memang menyayangimu Aisha.” Menatapku lembut. “Tapi bagaimana bisa? Apa alasanmu mencintaiku, kita tak pernah becakap seharian seperti hari ini, tidak juga bertemu.” Aku menatap matanya berharap memperoleh jawaban darinya. “Apakah Cinta butuh alasan? Aku mencintaimu tanpa alasan. Bila aku menjawab aku mencintaimu karena kamu cantik maka bila suatu saat kau tak cantik lagi berarti aku tak mencintaimu lagi, Bila aku menjawab aku mencintaimu karena kamu Shalihah, berarti aku juga tak akan mencintaimu lagi bila ke-shalihahanmu menghilang dari dalam dirimu. Dan Bila aku mempunyai alasan untuk mencintaimu berarti aku tidak ikhlas mencintaimu.” Kak Alief men-skak ku dengan jawabannya. Iya membalas tatapan mata tak yakinku, berusaha meyakinkan.

“Kak….Alief…aku..” Ini Sunset terindah dalam hidupku ‘aku juga mencintaimu’ aku berbisik dalam hati. “Sudah kau tak usah menjawabnya sekarang , aku sudah lega mengungkapkan isi hatiku slama ini. Perasaan menggelitik yang terus membayangiku setiap aku berjumpa denganmu sha.” Kak Alief membalikkan badannya, angin malam pantai menyambut kami menambah dinginnya petang hari ini. “Kau mau pulang nggak, ayo masuk mobil sudah malam nanti dicari sama papa mu.” Kak Alief membuyarkan lamunanku. “Oh…iya! Papa, aku belum mengabarinya!” Aku langsung mencari HP ku didalam tas. Dan ketika aku membukanya banyak sms dan panggilan tak terjawab dari papa, ah maafkan aku papa. Aku buru-buru menelfon Papaku mengabarkan kalau aku baik-baik saja dan segera pulang. Dan untungnya Papaku mengerti :) Senja yang indah hari ini yang takkan pernah aku lupakan. Kuenakkan posisiku untuk  memejamkan mataku ditempat duduk mobil Kak Alief menunggu sampai rumah. Sebelum aku menutup mataku, aku masih sempat melihat Kak Alief berkonsentrasi menyetir mobilnya, dia tampak keren. “Selamat Tidur Aisha, mimpi indah ya” Kata Kak Alief akhirnya. Aku hanya membalas dengan senyuman.

***

‘Are you ready for Tomorrow Aisha? Thank’s you  for still here by my side today, I LOVE YOU than you See my Love is.. Aku akan slalu membuatmu tersenyum bahagia Aisha, aku mencintaimu aku percaya kau juga mencintaiku , terlihat dari binar matamu yang kecoklatan itu, meski cinta ini belum terwujud dihari ini , kau tau aku akan segera menjadi pelabuhan cinta terakhirmu nanti, tetaplah terjaga dalam tidurmu hingga hari baru menyambutmu, aku tak akan pernah melukaimu, aku akan terus menjagamu karena aku benar mencintaimu, ingin rasanya aku mengecup keningmu menghantarmu kedalam mimpi indahmu, tetapi aku tau ini belum saatnya hingga suatu saat nanti kita bersatu dalam sebuah cinta, yang berlandaskan cinta kepada-Nya’ Alief.
See you……




Farah Azhaar Nisrina :) 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penyuka Hujan dan Penyuka Senja

mengenal "SUKU HUI" (suku pemeluk agama Islam di China)

KINGDOM CAKE "XINGO"