Ijinkan Aku Meminangmu
Nemu dari blognya Bunda Shinta Yudisia :D
walau judulnya terlalu vulgar, tapi coba dibaca aja :D
a recomended read
--------------------------------------------------------
29 Feb
Perempuan sepertiku tak banyak.
Jangan
tertipu oleh angka statistic yang mengatakan, perbandingan lelaki dan
perempuan melebihi 1 : 4. Ada banyak kaum hawa di luar sana, tetapi
percayalah, yang sepertiku hanya terbatas jumlahnya. Kalau kau
bertanya-tanya, seperti apakah aku hingga sedemikian yakinnya, silakan
renungkan.
Aku dan Dirimu
Antara aku dan dirimu dibatasi oleh rasa malu dan cinta.
Aku
mencintai Robb ku melebihi segalanya, setingkat di bawahnya adalah
lelaki paling mulia bernama Muhammad ibn Abdillah Saw. Setingkat di
bawahnya adalah para shahabat, para salafus sholih. Setingkat di
bawahnya lagi adalah para ulama dan ustadz di zaman ini yang selalu
menyiangi taman hatiku dengan nasihat mereka. Layer terbawahnya adalah
dirimu.
Jangan khawatir, aku selalu menyisihkan waktu untuk mendoakanmu menjadi pemimpin sejati, meski porsimu hanya kecil di hatiku.
Cintaku
padamu, meski tak mutlak, tetap utuh dan sempurna. Sebab ia
disempurnakan oleh rasa malu. Malu pada Robb ku jika aku masih meminta
sesuatu pada sesuatu selain dariNya. Malu pada Nabiku yang dalam
pikirannya hanya terpikir ummat, ummat, ummat; tak tersedia secuil
hasrat cinta picisan yang mungkin, sesekali masih menghampiri makhluk
sepertiku.
Aku dan Ilmu
Untuk
lebih memahami dunia dengan segala permasalahannya, kapal besar yang
akan membawa kita menuju negeri abadi, aku membutuhkan ilmu pengetahuan.
Karenanya jangan heran, bila sebagian besar waktuku selain terisi oleh
ibadah mahdhoh dan nawafil; kupergunakan untuk menimba ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan yang berada di majelis para sholihin atau di bangku
akademis.
Jika, kemudian
aku tak menemukanmu, pada akhirnya ilmu pengetahuan kukejar demi
mempersiapkan sumbangsihku yang lebih besar bagi umat. Jangan salah
berpikir mengapa aku sibuk mengejar ilmu, strata satu, dua, tiga hingga
ke negeri seberang. Sebab aku tak mau terlalu resah, sibuk memikirkanmu.
Waktuku terlalu berharga untuk menangisimu. Ummat masih menanti
muslimah sepertiku, berkiprah menyelesaikan masalah-masalah yang semakin
berkembang dan kompleks dari waktu ke waktu.
Aku dan Dakwah
Aku
masih belum selevel bunda Aisyah ra yang menghafal ribuan hadits. Belum
selevel Jahanara, putri Shah Jahan yang menelusuri jalan tasawuf usai
bertikai dengan Aurangzeb, penguasa dinasti Mughal. Belum setara dengan
Tawakkul Karman, peraih nobel perdamaian. Belum setara dengan Zaynab Al
Ghazali atau Lathifah as Shuli, perempuan terhormat dalam pergerakan di
Mesir.
Tapi benakku
dipenuhi bagaimana mengentaskan muslimah kampus agar lebih memahami
Islam secara utuh, bagaimana mengentaskan ibu-ibu dari keterpurukan
ekonomi, bagaimana agar anak dan remaja tidak tumbuh di jalanan.
Bagaimana agar kita punya kontribusi pada kehidupan bangsa dan negara.
Dirimu,
berada pada layer terakhir di benakku. Tentu, terselip keinginan untuk
meraih tanganmu, bersama menapaki jalan yang penuh onak duri tetapi juga
dipenuhi harapan dan kesempatan luas terbentang.
Aku dan Waktu
Aku tahu, hidup dibatasi waktu.
Setiap tahapan usia memiliki tugasnya masing-masing.
Tapi
aku tak mau dibatasi oleh budaya yang mengatakan bahwa usia lah yang
memastikan perempuan harus memasuki usia pernikahan. Tak ada yang mampu
memaksakan usia. Siapa dapat memastikan aku memilikimu di usia 20, 23,
25, 30 atau 38 bahkan 40 nanti?
Aku
tak memusuhi waktu, sebab, ia adalah salah satu sumpah Tuhan dalam al
Ashr. Aku, bersahabat dengan waktu. Tak akan kuhitung tahun, bulan,
pekan, hari apalagi detik hanya untuk memuja namamu dan menantimu
mengetuk pintu rumah orangtuaku.
Kau
ada di sini, dalam hatiku, tetapi kusimpan rapi dan kulipat baik-baik
dengan lapisan cinta dan malu. Aku tak akan memaksakan waktuku padamu,
padaku, atau pada siapapun sebab setiap kejadian memiliki dimensinya
sendiri-sendiri. Waktu yang kumiliki akan kuisi dengan sebaik-baik
bekal, bagai backpacker yang mempersiapkan isi ranselnya dengan perkakas
yang penting dan tepat. Lebih baik kuiisi waktu dengan menghafal Quran,
membaca buku-buku, mengkaji ulang catatan pengajianku , berburu ladang
dakwah baru, berbakti pada orangtuau, mengasuh adik-adikku dan
bersilaturrahmi dengan karib kerabat; dan tentu saja, mengisi dahaga
akan ilmu.
I am and Somewhere Out There
Aku,
tak sama dengan perempuan yang kau temui di jalan-jalan. Yang
menghabiskan waktu di depan cermin dengan mematut diri, berhitung,
klinik kecantikan mana lagi yang bisa dikunjungi. Aku, tak sama dengan
perempuan yang sibuk berhitung, kelak suamiku berpenghasilan berapa
sehingga mengajakku keliling Eropa?
Aku tak ada di cafe, when night is still young.
Aku tak ada di mall ketika di akhir pekan, berburu tas Hermes dan sepatu atau discount baju.
Aku
tak selalu ada di dunia maya, memandangi wajah kharismatikmu di foto
profil , yang sering melempar nasehat berharga dan banyak gadis
terhenyak dibuatnya.
Kalau
kau mau mencariku, jasadku berada di belantara ladang-ladang dakwah. Di
masjid, di perpustakaan, di kampus, atau menghabiskan waktu bersama
teman-teman kampus; bersama kaum perempuan dan anak-anak, berbagi ilmu.
Kalau kau mencariku, ruhku berada di outer space, ketika sepertiga
malam. Mungkin kau bisa menemuiku di sana, saat kita tengah bermunajat
bersama – meski tempat berbeda.
Ketika gelombang elektromagentik cinta kita beradu dalam aura makrokosmos yang sama.
Aku, berbeda dengan perempuan yang biasa kau temui.
Maharku mungkin murah.
Tetapi nilaiku, tak setara dengan emas yang kau bayarkan, insyaAllah.
Jadi, kuharap kau mengerti.
Kalau aku tak akan berkeliaran mencarimu, mengejar-ngejarmu.
Semakin
lama kau menunda waktu, memperpanjang list yang kau gunakan untuk
meminang bidadarimu : yang cantik, yang mapan, berkarir, lulus dengan
pendidikan strata tertentu, dari kalangan terhormat.
Aku,
biasa-biasa saja. Kecantikan istimewaku pada busana rapi dan kerudung
yang kukenakan; pada lisan yang kuusahakan bertutur dengan isi yang
bernas. Kedua orangtuaku hanya orang biasa, dan aku adalah tonggak
keluarga. Aku mungkin tak akan membuat heartbeat mu berdetak ribuan kali
lebih cepat.
Aku,
mungkin hanya menawarkan sedikit. Untuk menghidupkan malammu. Untuk
menjaga kehormatan, dunia dan akhiratmu. Pemikiran dan senyumku, semoga
kelak bisa menaungi hatimu yang resah dan kelelahan. Jika, kau masih
memimpikan daftar penantian akan bidadarimu, silakan. Mungkin namaku tak
masuk disitu.
Meski waktu bersanding kegelisahan dan lelah; semakin aku tangguh dan kuat dalam penantian serta munajat kepadaNya.
Aku
yakin, Ia akan memilihkan seseorang yang tepat dan baik untukku,
mungkin itu bukan dirimu. Aku justru mengkhawatirkan dirimu, yang
terlalu lama menunda dan menanti, membuat daftar yang semakin panjang;
maka kau tak akan mendapatkan perempuan sepertiku. Sebab semakin lama,
bukan diin atau dakwah yang menjadi pertimbanganmu. Dunia dan
kecantikan, yang kau sebut-sebut diperbolehkan oleh baginda Rasul Saw,
membuatmu semakin pemilih.
Aku punya sebuah kisah yang mungkin layak disimak utntuk pemuda sepertimu.
**************
Ahmad
bin Aiman, sekretaris Ibn Thulun datang ke Bashrah. Ia disambut oleh
Muslim bin Umran, saudagar terkaya . Muslim bin Umran, bukan hanya
kayaraya tetapi juga tampan dan kharismatik. Dalam jamuan makan
kebesaran, datanglah kedua anak Muslim bin Umran. Mereka berdua sangat
sopan santun, ingin berbicara dengan ayahnya dan menunggu kesempatan
sang ayah datang. Ketampanan kedua anak itu mencengangkan para tamu,
bukan itu saja, sikap yang sangat serasi antara akhlaq, pakaian dan
rupanya membuat para tamu berbisik.
“Subhanallah,” decak Ibn Aiman. “Ibu anak ini pasti melebihi bidadari kecantikannya!”
Muslim
bin Umran hanya tersenyum mendengar pujian para tamu dan berkata,” aku
hanya ingin mengharapkan anda memintakan perlindungan Allah untuk
mereka.”
Seluruh tamu
penasaran dengaa kehidupan pribadi Muslim bin Umran, apalagi dengan
kebahagiaan yang terlimpah demikian sempurna. Mereka memuji, megatakan
kepandaian Ibn Umran memilih istri yagn tentunya cantik jelita dan dari
keluarga terpandang. tentu hal yang masuk akal bila Ibn Umran yag kaya
da tampan mengambil gadis bangsawan. Siapa yang dapat menolak nya?
Maka Muslim bin Umran berkisah mengenai masa mudanya.
Ia
adalah pemuda petualang, suka berkelana, menimba ilmu. Hingga suatu
hari tibalah di Balakh, ibukota Khurasan. Seorang Imam sholih bernama
Abu Abdullah al Balakhi tengah membicarakan sebuah hadits dalam majelis,
“….seorang wanita yang hitam lebih baik dari wanita cantik yang mandul.”
Muslim
bin Umran , yang muda dan penuh gairah, merasa belum pernah mendengar
hadits tersebut. Apalagi penjelasan al Balakhi demikian mengesankan. Al
Balakhi mengatakan bahwa, bahasa Arab sangat tinggi muatan sastranya.
Rasulullah Saw senantiasa menghindarkan kata-kata celaan yang
menyakitkan.
Al Balakhi
mengatakan, bahwa makna “hitam” adalah salah satu istilah tersendiri,
bukan makna hitam sesungguhnya. Hitam yang dimaksud adalah apa yang
dibenci kaum lelaki dari wanita dalam hal bentuk dan rupa; menunjukan
wanita yang tubuh dan auratnya tidak memenuhi selera. Ini dipakai
Rasulullah Saw untuk mengangkat derajat & harkat wanita.
Al
Balakhi melanjutkan, seorang perempuan yang cacat dan tidak cantik di
mata orang lain, akan tampak menarik di mata anak-anaknya; bahkan lebih
cantik dari ratu singgasana. Itulah penglihatan batin yang merasuk ke
kedalaman makna. Jika menukik ke kedalaman jiwa, akan tampak kecantikan
& keindahannya. Kehormatan perempuan terletak pada fitrah
keibuannya. Meski perempuan itu jelek rupanya, jika ia memiliki fitrah
keibuan maka ia jauh lebih cantik dari perempuan yang idnah raut
wajahnya tetapi tidak menunjukkan fitrah sejatinya.
Hati dan akal harus diutamakan sebab mereka adalah dua pertiganya, bukan justru sepertiga yang harusdiutamakan.
Sembari
menceritakan ulang ksiah perjalanan masa mudanya bertemu Al Balakhi,
Muslim bin Umran menambahkan ayat,”…sekiranya engkau membenci sesuatu
sedang di sana Allah SWT memberikan banyak kelebihan dan kebaikan
padanya…
Ibn Aiman melompat gembira.
“Ini adalah kata-kata malaikat yang kudengar dari lisanmu kawan, ya Umran!”
“Apalagi
jika kau dengar sendiri dari Abdullah Al Balakhi,” jawab Muslim.
“Dialah yang membuatku suka pada yang jelek, cacat dan hitam. Setelah
aku melihat diriku secara jujur , aku menginginkan istri yang berinsan
kamil, berakhlaq mulia. Aku tak peduli apakah ia cantik, manis ataupun
jelek dan buruk rupa. Jika kewanitaan yang dicari itu ada pada setiap
wanita, tetapi untuk akal belum tentu ada pada setiap wanita.”
Maka kemudian, Muslim bin Umran meminang seorang gadis.
Siapa
oraagntua si gadis, tidak terlalu disebut. Sebut saja namanya syaikh
Ahmad. Syaikh Ahmad menolak puluhan pelamar, menjaga putrinya dengan
ketat dan menerima Muslim bin Umran. Ketika malam pertama Muslim melihat
sang perempuan, seketika teringatlah ucapan Al Balakhi.
Di hadapannya berdiri seorang yang jelek dan cacat.
Tetapi gadis itu, dengan rendah hati memegang tangannya,
“Tuanku, akulah rahasia yang dijaga ayahku demikian ketat. Ia menerimamu sebab percaya padamu. “
Gadis itu mengambil kotak perhiasan.
“Ini adalah hartaku. Allah SWT menghalalkan Tuan mengambil istri lagi. Pakaialah harta ini jika Tuan mengiginkan kecantikan.”
Muslim bin Umran, demikian teringat akan nasehat Al Balakhi. Dengan lemah lembut ia berkata,
”Demi
Allah, percayalah….kau akan kujadikan sebagian dari duniaku, dari segi
apa yang yang dibutuhka pria dari wanita. Aku hanya akan menempatkan kau
sebagai satu-satunya dalam hatiku. Kaulah wanita satu-satunya, akan
akan menutup rapat mataku untuk wanita lain dan tak akan berpaling.”
Gadis
itu, ternyata seorang yang cerdas dan baik hati. Semakin lama terlihat
segar dan menyenangkan. Perlahan menghilang kejelekannya, yang tampak
hanyalah akal dan kecerdasannya. Ia menjadi istri kesayangan saudagar
terkaya Bashra, Muslim bin Umran.
Para
tamu di jamuan itu ternganga, terhenyak. tak menyangka seseorang
seperti Muslim bin Umran memiliki istri yang jauh dari perkiraan mereka!
Mereka merasa sangat malu di hadapan Muslim bin Umran yang memiliki
keluhuran budi tak terduga
Ibn Aiman terharu.
Muslim memandangnya tersenyum,
”..lihatlah kedua anakku yang elok, Saudaraku. Kurnia Allah , mukjizat keimanan…..”
*************
You are
the real diamond among the strong stones
The real pearl in the dark sea
The shining star in night sky
You are ~Rose~
Among the beautiful flowers
all of my beloved muslimah sisters
Who still waiting for the real knight
Komentar
Posting Komentar